Di bawah ini adalah deretan para ulama terkenal yang pendapatnya diikuti hingga sekarang, jika masih ada yang menganggap ruqyah itu tidak ada tuntunannya dari islam, tidak pernah dicontohkan dari nabi dan para sahabat maka orang yang mengatakan itu tentu bukanlah umat Islam.
Para pengingkar sunnah itu mempunyai agama baru yang melarang segala bentuk ruqyah, mempunyai ulama khusus (yang ahli tenaga dalam/ilmu metafisik) yang melarang ruqyah, mempunya nabi dan para sahabat sendiri yang tidak pernah mencontohkan ruqyah.
Silakan membentuk aliran kepercayaan baru namun jangan melabelkan namakan Islam sebab Islam mensunnahkan ruqyah yang telah dijelaskan oleh para ulama kami, ulama umat islam.
berikut ini fatwa para ulama :
¨ Dalam Al Qamusul Muhith Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub Al Fairuz Abady halaman 1161 menyebutkan :
لضَّمِّ العُوْذَةُ الرُّ قْيَةُ ، بِا Ar Ruqyatu dengan Ra’ didhammah artinya memohon perlindungan. Ruqyah berasal dari kata : رَ قَى يَرْ قِيْ رَقْيًاوَرُقِيًّاوَرُ قْيَةً بَفَثَ فِيْ عُوْ ذَ تِهِ yang artinya meniup dalam memohon perlindungan.
¨ Muhammad binAhmad Al Azhari dalam Tahdzibul Lughah 9/293 :
رَقَىالرَّاقِيْ رُقْيَةً وَرَقْيًاإِذَاعَوَّذَوَنَفَثَ Raqi (seorang peruqyah) melakukan ruqyah apabila ia membaca doa perlindungan dan meniup.
¨ Ibnul Atsir dalam An Nihayah fi Gharibil Hadits 3/254 : الرُّقْيَةُ ،بِالضَّمِّ العُوْذَةُاَّلِتيْ يُرْ قَى بِهَا صَاحِبُ الآ فَةِوَالْحُمَّىوَ غَيْرِ هِمَا Ar Ruqyatu dengan Ra’ didhammah artinya memohon perlindungan apabila ia diruqyahkan bagi orang yang terkena bala’ atau bencana, demam, dan yang lainnya.
¨ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa 10/195 : “Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.”
¨ Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.Muslim No.2200, red). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh.” (Majmu’ul Fatawa : 23/277).
¨ Sa’ad Muhammad Shadiq dalam Shira’Bainal Haq wal Bathil halaman 147 berkata : “Ruqyah pada hakekatnya adalah berdoa dan tawassul untuk memohon kepada Allah kesembuhan bagi orang yang sakit dan hilangnya gangguan dari badannya.”
¨ Syekh Nashiruddin al-Albani berkata, “Ruqyah adalah do’a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang.” (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi : 231).
¨ Imam Nawawi juga telah berkata, “Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dengan do’a-do’a yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama’ bahwa mereka telah bersepakat (ijma’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 14/341).
¨ Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri, “Semua ruqyah itu boleh apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau Sunnah Rasul. Dan ruqyah itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 13/341).
¨ Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:“Adapun ruqyah (jampi/mantera) dengan ayat-ayat Al Quran, dan dzikir-dzikir yang ma’ruf (dikenal), maka hal itu tidak dilarang, bahkan sunah. DI antara mereka ada yang mengatakan dalam mengkompromikan dua hadits (yang nampak bertentangan), sesungguhnya pujian untuk meninggalkan ruqyah menunjukkan afdhaliyah (hal yang lebih utama), dan kejelasan tawakkal. Dan, orang yang melakukan ruqyah dan diizinkannya hal itu menunjukkan kebolehannya tetapi itu meninggalkan hal yang lebih utama. Inilah yang dikatakan Ibnu Abdil Bar, dia menceritakan dari orang yang menceritakannya. Sikap yang dipilih adalah yang pertama. Mereka telah menukil tentang ijma bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat dan kalimat dzikrullah Ta’ala.” (Syarh Shahih Muslim, 7/325)
¨ Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, “Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur’an) atau asma’-Nya, atau yang do’a yang telah diajarkan Rasulullah.” (Kitab Fathul Bari : 10/196).
¨ Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata, “Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur’an atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pata dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Ma’arif dan Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu.” (Kitab A’lamus Sunnah al-Mansyurah : 155).
¨ Seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi berkata, “Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak dengan izin Allah. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu’awwidzatain. Dan ada juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram.” (Kitab al-Furuq : 4/147).
¨ DR.Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata, “Ruqyah syirkiyyah (yang mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon pertolongan kepada selain Allah SWT. Dan termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang shahih.” (Kitab Fathul Haqqil Mubin : 106).
¨ Imam Al Maziri Rahimahullah mengatakan:“Semua ruqyah adalah boleh jika berasal dari kitabullah atau dzikir.” (Ibid)
¨ Imam Abul Abbas Al Anhari Al Qurthubi Rahimahullah dalam kitab syarahnya terhadap Shahih Muslim, menjelaskan –setelah memaparkan hadits-hadits tentang keringanan untuk melakukan ruqyah: “(Hadits ini) merupakan dalil bahwa pada dasarnya ruqyah itu terlarang, sebagaiana yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagaimana riwayat: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang ruqyah.” Ini adalah larangan secara mutlak, karena dahulu mereka melakukan ruqyah ketika jahiliyah dengan berisi kesyirikan dan kata-kata yang tidak dimengerti, dan mereka meyakini bahwa ruqyah inilah yang memberikan pengaruh. Kemudian, ketika mereka masuk Islam yang seperti itu telah dihilangkan dari mereka, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang itu secara umum, agar larangan tersebut lebih kuat dan upaya pencegahan. Kemudian, ketika mereka menanyakannya dan mengabarkannya, bahwa mereka mendapatkan manfaat dari itu, maka mereka mendapat keringanan pada sebagian hal itu. Nabi bersabda: “Tunjukkan kepadaku ruqyah kalian, tidak apa-apa jika tidak terdapat syirik di dalamnya.” Maka beliau membolehkan ruqyah untuk setiap bentuk malapetaka seperti sakit, luka, bisul, demam, penyakit mata jahat, dan lainnya, jika ruqyah tersebut dengan kalimat yang bisa difahami dan tidak terdapat kesyirikan di dalamnya, dan tidak sesuatu yang terlarang. Yang paling utama dan bermanfaat adalah: ruqyah yang berasal dari asma Allah dan firmanNya, firman Allah dan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Al Mufhim Lima Asykala ‘ Ala Talkhishi Kitabi Muslim, 18/65. Maktabah Misykah)
¨ Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah menjelaskan:“Bolehnya ruqyah dengan sesuatu dari Kitabullah, dan juga dengan doa-doa yang ma’tsur atau yang serupa dengan itu. Tidak boleh dengan lafaz-lafaz yang tidak diketahui maknanya, berupa lafaz yang bukan bahasa Arab. DI dalamnya terdapat perbedaan pendapat. Asy Sya’bi, Qatadah, Said bin Jubeir, dan segolongan lainnya mengatakan ruqyah adalah hal yang dibenci. Wajib bagi seorang mukmin untuk meninggalkannya sebagai upaya memegang teguh kepada Allah Ta’ala dan bertawakkal atasNya, percaya denganNya, dan memutuskan hubungan dengan ruqyah.” (‘Umdatul Qari, 18/303. Maktabah Misykah)
¨ Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal Ifta: Fatwa ini ditanda tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani’, Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, dan Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Ghudyan.
Pertanyaan kedua, fatwa No. 143:“Jika seorang laki-laki yang meminta diruqyah sakitnya, dia dituliskan untuknya sebagian ayat-ayat Al Quran, dan si peruqyah berkata: “letakkan ini di air dan minumlah airnya,” bolehkah atau tidak?”
Jawab:
Dahulu pernah dijawab oleh Darul Ifta pertanyaan semisal , sebagai berikut: Tulisan sebagian ayat Al Quran pada wadah, atau lembaran, lalu dibasuhkannya air tersebut atau meminumnya, adalah boleh. Sesuai keumuman ayat: “dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Isra (17): 82). Al Quran adalah obat bagi hati dan badan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Majah dalam Sunannya, dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaklah kalian berobat dengan madu dan Al Quran.” Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ali Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sebaik-baiknya obat adalah Al Quran.” Juga diriwayatkan oleh Ibnu As Sunni dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma: “Jika seorang wanita kesulitan melahirkan, ambil-lah wadah bersih dan tulis di atasnya: Ka’annahum yauma yaraunaha maa yu’adun. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka. QS. Al Ahqaf (46): 35), juga ayat: Ka’annahum yauma yaraunaha lam yalbatsu (pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia). QS. An Nazi’at (79): 46), juga ayat: Laqad kaana fi qashashihim ‘ibratul li ulil albab (Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. QS. Yusuf (12): 111). Lalu dimandikan dan dikucurkan kewanita itu, dan dipercikkan ke perutnya dan wajahnya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal Ifta, 1/245. Tahqiq: Ahmad bin Abdurraziq Ad Duwaisy)
¨ Ulama lain yang menyatakan kebolehannya adalah- Imam Abdul Hamid Asy Syarwani dan Imam Ibnul Qasim Al ‘Ibadi, Al Hawasyi, 7/34. Mawqi’ Ya’sub
- Imam Ibnu Hajar Al Haitami A Makki, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj 27/456. Mawqi’ Islam.
- Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj Ila MA’rifatil Alfazh Al Minhaj, 11/132. Mawqi’ Al Islam.
- Imam Sulaiman bin ‘Umar bin Muhammad Al Bujairami, Hasyiyah ‘Alal Minhaj, 11/180.Dipetik dari Baitur Ruqyah Asy-Sari'iyyah
No comments:
Post a Comment