Pagi hari setelah Salat Subuh di hotel, rombongan berangkat menuju Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya. Di sana Mawlana Syekh Nazim QS, Syekh Hisyam QS dan rombongan menemui K.H. Shohibul Wafa Tajul Arifin yang lebih dikenal dengan Abah Anom, Mursyid Tarekat Qadiriah wa Naqsybandiyyah. Mawlana Syekh Nazim QS yang berusia 10 tahun lebih muda memasuki kediaman Abah Anom dan mencium tangan beliau.
Abah Anom berada dalam kondisi yang tidak bisa menggerakkan seluruh bagian tubuhnya, bahkan untuk tersenyum pun beliau sulit sekali, namun Mawlana mengatakan, “Jangan kalian pikir bahwa Tajul Arifin sedang tidur, beliau mengirimkan ke dalam hati saya, apa yang beliau ingin sampaikan kepada kalian.” Beliau lalu melanjutkan bahwa Abah Anom merupakan salah seorang pembawa Cahaya Muhammad SAW. Seluruh ruangan menjadi terharu. Banyak yang menangis karena bahagia. Setelah itu, Abah Anom memberi isyarat bahwa beliau akan berdoa—suatu kejadian yang sangat langka—dan ini menambah suasana menjadi lebih haru, karena untuk pertama kalinya mereka dapat mendengar suara Abah Anom. Beliau adalah seorang Syekh besar, yang muridnya tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari Malaysia, Singapura dan lain-lain.
“Banyak para alim ulama dan para cendikiawan muslim memberikan pengetahuan agama kepada umat, pengetahuan itu bagaikan lilin-lilin, apalah artinya lilin-lilin yang banyak meskipun lilin-lilin itu sebesar pohon kelapa kalau lilin-lilin itu tidak bercahaya. Dan cahaya itu salah satunya berada dalam kalbunya beliau ( Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin).
Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu.Siapakah orangnya, saya tidak tahu.
Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri.”
Pidato Syekh Nazim diatas juga pernah dimuat di Majalah Sufi “Lilin-lilin tapi tidak bercahaya”
Syekh Nazim adil al-Haqqani berpamitan kepada Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom) untuk kembali ke Jakarta
Dan dibawah ini pidato yang diterjemahkan oleh KH.Wahfiudin yang telah mendampingi Syekh Nazim Haqqoni dan Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ( Abah Anom ) disuryalaya.
Diterjemahkan Oleh Wahfiudin, M.B.A
(Wakil Talqin Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin r.a)
dan sebagai
(Muballigh Tv-Tv Swasta)
1. Hamdalah, sholawat, do’a untuk seluruh yang hadir, maupun muslimin/muslimat seluruhnya.
2. Kalau saya berbicara dalam bahasa Inggris tentu hanya sedikit orang yang faham, maka saya membutuhkan perterjemah. Sebenarnya saya ingin berbicara panjang lebar, tetapi orang-orang yang hadir sudah letih menunggu dan punya kepentingan-kepentingan yang lain. Maka saya akan berbicara kurang lebih setangah jam saja.
3. Kita saat ini hidup di zaman sulit dan serba kekurangan. Kekurangan orang-orang yang kuat, kekurangan orang-orang yang memiliki iman, kekurangan orang yang memiliki cahaya (nur) ilahi. Padahal tanpa nur Ilahi, segala kepandaian yang dimiliki manusia menjadi tidak ada apa-apanya.
4. Banyak ‘ulama dan cendikiawan di berbagai madrasah dan mejelis ilmu mengajarkan macam-macam ilmu pengetahuan. Tapi ilmu pengetahuan itu hanya ibarat lilin-lilin kecil saja dan menjadi tak berguna tanpa adanya api yang membawa cahaya. Meskipun orang membuat lilin-lilin sebesar pohon-pohon kelapa, apa artinya lilin-lilin itu kalau tidak dapat menerangi. Maka selain mencari lilinya, cari pula apinya yang menimbulkan cahaya.
5. Allah adalah cahaya langit dan bumi. Cahaya Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. lalu meneruskannya kepada para Sahabatnya dan para sahabatnya meneruskannya lagi kepada generasi-generasi sholih berikutnya. Dari mereka cahaya itu terus tersalurkan kepada orang-orang yang “siap” dan “mau” menerimanya. Itulah para mursyid thoriqoh. Ada 41 thariqoh di dunia, 40 diantaranya memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Ali bin Abi Tholib KW. Hanya satu yang memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Abu Bakar as-Shadiq, itulah thariqah Naqsyabandiyyah.
6. Sekarang, tidak banyak lagi orang-orang yang membawa obor Nur Ilahi itu. Di Indonesia yang penduduknya banyak inipun, orang pembawa obor Nur Ilahi tidak lebih dari sepuluh jari tangan jumlahnya. salah satunya adalah Beliau yang ada disebelah saya, Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
7. Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin ini sudah berusia lanjut, dan sudah agak lemah keadaan fisiknya. Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu. Siapakah orangnya, saya tidak tahu.
8. Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing.
9. Orang yang hidup di dunia tanpa Nur Illahi adalah orang yang buta. Dan (Syekh Nazim mengutip al-Qur’an), “Barang siapa yang didunia ini buta, maka di akhiratnya pun akan buta”. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
10. Beliau (Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin) nampaknya saja tertunduk dan tidur. Sebetulnya beliau tidak tidur. Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri.
11. Demikianlah apa yang saya perlu saya sampaikan kepada anda semua. (Lalu Syekh Nazim menutup pembicaraannya dengan tahlil, sholawat dan do’a). Saya tuliskan point-point ceramah Syekh Nazim ini berdasarkan sisa ingatan saya ketika mendengar dan menterjemahkan pidato beliau empat hari setelah kejadian, sepulang saya dari Medan. Tentu saja ada banyak kekeliruan ataupun kekurangannya. Saya mohon maaf, dan kepada Allah Swt., saya bersimpuh memohon ampun.
Abah Anom berada dalam kondisi yang tidak bisa menggerakkan seluruh bagian tubuhnya, bahkan untuk tersenyum pun beliau sulit sekali, namun Mawlana mengatakan, “Jangan kalian pikir bahwa Tajul Arifin sedang tidur, beliau mengirimkan ke dalam hati saya, apa yang beliau ingin sampaikan kepada kalian.” Beliau lalu melanjutkan bahwa Abah Anom merupakan salah seorang pembawa Cahaya Muhammad SAW. Seluruh ruangan menjadi terharu. Banyak yang menangis karena bahagia. Setelah itu, Abah Anom memberi isyarat bahwa beliau akan berdoa—suatu kejadian yang sangat langka—dan ini menambah suasana menjadi lebih haru, karena untuk pertama kalinya mereka dapat mendengar suara Abah Anom. Beliau adalah seorang Syekh besar, yang muridnya tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari Malaysia, Singapura dan lain-lain.
“Banyak para alim ulama dan para cendikiawan muslim memberikan pengetahuan agama kepada umat, pengetahuan itu bagaikan lilin-lilin, apalah artinya lilin-lilin yang banyak meskipun lilin-lilin itu sebesar pohon kelapa kalau lilin-lilin itu tidak bercahaya. Dan cahaya itu salah satunya berada dalam kalbunya beliau ( Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin).
Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu.Siapakah orangnya, saya tidak tahu.
Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri.”
Pidato Syekh Nazim diatas juga pernah dimuat di Majalah Sufi “Lilin-lilin tapi tidak bercahaya”
Syekh Nazim adil al-Haqqani berpamitan kepada Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom) untuk kembali ke Jakarta
Dan dibawah ini pidato yang diterjemahkan oleh KH.Wahfiudin yang telah mendampingi Syekh Nazim Haqqoni dan Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ( Abah Anom ) disuryalaya.
Diterjemahkan Oleh Wahfiudin, M.B.A
(Wakil Talqin Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin r.a)
dan sebagai
(Muballigh Tv-Tv Swasta)
1. Hamdalah, sholawat, do’a untuk seluruh yang hadir, maupun muslimin/muslimat seluruhnya.
2. Kalau saya berbicara dalam bahasa Inggris tentu hanya sedikit orang yang faham, maka saya membutuhkan perterjemah. Sebenarnya saya ingin berbicara panjang lebar, tetapi orang-orang yang hadir sudah letih menunggu dan punya kepentingan-kepentingan yang lain. Maka saya akan berbicara kurang lebih setangah jam saja.
3. Kita saat ini hidup di zaman sulit dan serba kekurangan. Kekurangan orang-orang yang kuat, kekurangan orang-orang yang memiliki iman, kekurangan orang yang memiliki cahaya (nur) ilahi. Padahal tanpa nur Ilahi, segala kepandaian yang dimiliki manusia menjadi tidak ada apa-apanya.
4. Banyak ‘ulama dan cendikiawan di berbagai madrasah dan mejelis ilmu mengajarkan macam-macam ilmu pengetahuan. Tapi ilmu pengetahuan itu hanya ibarat lilin-lilin kecil saja dan menjadi tak berguna tanpa adanya api yang membawa cahaya. Meskipun orang membuat lilin-lilin sebesar pohon-pohon kelapa, apa artinya lilin-lilin itu kalau tidak dapat menerangi. Maka selain mencari lilinya, cari pula apinya yang menimbulkan cahaya.
5. Allah adalah cahaya langit dan bumi. Cahaya Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. lalu meneruskannya kepada para Sahabatnya dan para sahabatnya meneruskannya lagi kepada generasi-generasi sholih berikutnya. Dari mereka cahaya itu terus tersalurkan kepada orang-orang yang “siap” dan “mau” menerimanya. Itulah para mursyid thoriqoh. Ada 41 thariqoh di dunia, 40 diantaranya memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Ali bin Abi Tholib KW. Hanya satu yang memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Abu Bakar as-Shadiq, itulah thariqah Naqsyabandiyyah.
6. Sekarang, tidak banyak lagi orang-orang yang membawa obor Nur Ilahi itu. Di Indonesia yang penduduknya banyak inipun, orang pembawa obor Nur Ilahi tidak lebih dari sepuluh jari tangan jumlahnya. salah satunya adalah Beliau yang ada disebelah saya, Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
7. Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin ini sudah berusia lanjut, dan sudah agak lemah keadaan fisiknya. Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu. Siapakah orangnya, saya tidak tahu.
8. Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing.
9. Orang yang hidup di dunia tanpa Nur Illahi adalah orang yang buta. Dan (Syekh Nazim mengutip al-Qur’an), “Barang siapa yang didunia ini buta, maka di akhiratnya pun akan buta”. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
10. Beliau (Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin) nampaknya saja tertunduk dan tidur. Sebetulnya beliau tidak tidur. Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri.
11. Demikianlah apa yang saya perlu saya sampaikan kepada anda semua. (Lalu Syekh Nazim menutup pembicaraannya dengan tahlil, sholawat dan do’a). Saya tuliskan point-point ceramah Syekh Nazim ini berdasarkan sisa ingatan saya ketika mendengar dan menterjemahkan pidato beliau empat hari setelah kejadian, sepulang saya dari Medan. Tentu saja ada banyak kekeliruan ataupun kekurangannya. Saya mohon maaf, dan kepada Allah Swt., saya bersimpuh memohon ampun.
No comments:
Post a Comment